Penggalan Buat Keran Lamaku

Tukang ledeng berkilah,
aku harus mencabutmu, ganti baru.
Aku mengangguk di busur punggungnya,
tak janji akan panggil dia lagi,
karena dia takkan pernah paham
seperti engkau paham akan kalutku.

 

Awalnya aku hanya bicara denganmu dalam tiga situasi:
Kali pertama pagi buta, kali terakhir malam larut
—persoalan gigi,
Mens sana in corpore sano, dengan dua huruf S
—parabualan yang kurajut dengan tangan,
Keruwetan yang ingin kutinggalkan
—burung nasar di pikiranku terlalu saleh.
Buatmu tak jadi soal,
seperti aku yang tak persoalkan
jerumbai bahaya yang menggelantungi pikiranku.
Maka kita perlu
bicara lebih kerap.

 

Saat aku sedu-sedan,
aku terbenam dalam peluk baskom di bawah kucuranmu,
sehingga mereka tak tahu
mana air mata, mana air keran.

 

Saat aku dilucahkan,
kurendamkan tubuh dalam bak di sisimu,
saat kauguyur, kauguyur, kaubinasakan
aku dari panggilan,
dari perhiasan,
yang mereka lihat dengar rasakan
tapi—sumpah—tak pernah kukenakan.

 

Saat kuiris pergelanganku,
—kuliti namaku dari cengkeram tudingan dari sebelah dunia,
kaubasuh salah-salahku
kausamarkan agar mereka tak sama merah dengan api suci,
sehingga dunia yang sebelah lagi
bersedia ampuni sikapku
yang selalu dianggap cari perhatian.

 

Tukang ledeng mengulang perintahnya:
aku harus mencabutmu, ganti baru.
Namun tanganku terbelenggu,
dibelit pelukan tak kasatmata
dari satu-satunya kawan
yang paham akan kalutku.

 

Kauboleh cucurkan air, namun
setidaknya,
rahasia merahku aman bersamamu.

 


(Jakarta, Maret 2019)

Versi asli ditulis dalam bahasa Inggris “Strophe for My Faucet” dan dimuat di Instagramku. Ini adalah versi terjemahannya.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s